Kamis, 30 Mei 2013

Komunitas Idaman



Menemukan sebuah komunitas, terutama bagi perantau seperti aku tentu sangat menyenangkan. Entah itu suatu komunitas yang cara berkomunikasinya secara langsung/tatap muka lebih banyak dibandingkan dengan cara berkomunikasi lain, ataupun komunitas maya, yang biasanya komunikasinya lebih banyak dilakukan melalui internet, meski tak menutup kemungkinan untuk sesekali kopi darat. Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu kedelapan.


Bagi saya, sama saja. Asalkan komunitas tadi mendatangkan rasa nyaman, memiliki kesamaan visi, bisa menjadi tempat berbagi-entah suka atau duka, dan bisa menjadi tempat mencari ilmu dan amal kebaikan. Boleh jadi, komunitas itu suatu saat nanti bisa mendatangkan keuntungan material, selain keuntungan moril yang berupa dukungan atau support-support.

Komunitas pertama secara tatap muka yang saya punya saat ini adalah komunitas lingkungan rukun tetangga. Bersosialisasi dengan baik bersama tetangga adalah mutlak perlu. Mereka adalah “saudara terdekat” kita saat ini. Memiliki hubungan yang baik dengan tetangga tentu saja menyenangkan. Kita bersama tetangga-tetangga -yang kebetulan dilingkungan saya adalah sesama perantau-akan saling menjaga. Saling berbagi, saling tolong menolong dalam perbuatan kebaikan. Tak terbayangkan bila memiliki tetangga yang jahat, atau berhati dengki, tak nyaman tentu rasanya kita memiliki tetangga semacam itu. Perbuatan baik pun bila diterjemahkan menjadi perbuatan buruk.

Komunitas yang lain adalah komunitas persatuan orang tua murid dan guru di sekolah anakku. Komunitas ini tak terlalu intens ku ikuti. Pertemuan hanya satu bulan sekali. Biasanya dilakukan untuk arisan dan pertemuan membahas kegiatan/kemajuan belajar anak murid. Tapi alhamdulillah. Menambah saudara dari pergaulan positif ini. Menggalang dana kecil untuk sekedar menjenguk yang sedang sakit, atau yang sedang melahirkan. Mengadakan bakti social, atau mengadakan bazaar kecil di lingkungan sekolah.

Selain kedua komunitas tadi, saya mengikuti beberapa komunitas online dunia maya. Jaman masih belum musim group facebook sih komunikasi komunitas dilakukan via mailing list. Karena sekarang yang lagi booming di Indonesia dalam berkomunitas digalang melalui facebook alias FB, maka saya ikuti beberapa komunitas online via FB ini. Bila saya membuka daftar komunitas/group FB yang saya ikuti, ternyata lumayan bejibun. Dari group ibu-ibu yang isinya bahasan seputaran tips dapur, kesehatan anak, lingkungan rumah dan pendidikan. Masalah “kasur”, ibu-ibu seperti memiliki kesepakatan tak tertulis, tak terlihat dan tak terucap bahwa hal itu tabu dibicarakan dimuka umum. Terkadang beberapa ada juga yang curhat saat marah/memiliki problem rumah tangga. Namun syukur, sepanjang pengetahuan saya beberapa masih menanggapinya dengan baik dan berusaha memberikan solusi.

Komunitas group FB lain yang saya ikuti adalah group bakul kue rumahan. Meski saya bukan bakul kue atau sekedar bakul kue wannabe, tapi asyik juga gabung dengan mereka. tak enggan mereka berbagi resep, tips dan trick menghadapi adonan, alat, dan teknik. Hampir serupa dengan group bakul kue, namun tetap beda adalah group my halal kitchen.
Saya juga mengikuti beberapa group serupa kelas untuk kepentingan ibu dan anak. Group tersebut antara lain home made healty baby food, room for children, serta asosiasi ibu menyusui Indonesia. Saya di group ini hanya menjadi pembaca pasif. ^_^.malu karena sedikit pengetahuan.

Group menulis yang saya ikuti antara lain ibu-ibu doyan nulis, dan Be a Writer. Banyak ilmu menulis yang ditebarkan di group tersebut.

Group yang lain tentu saja group blogger. Emak-emak blogger dan Warung Blogger. Namun, karena saya masih blogger taraf belajar, jadi tak terlalu banyak bisa memberikan sumbangsih juga.hehehe… bisanya baru nyari ilmunya saja.

Sebenernya, komunitas macam apa sih yang ideal buat aku? Komunitas yang ideal buat aku yang seperti keluarga. Ada kehangatan, ada komunikasi dua arah, saling menyayangi, saling menjaga, saling mendukung. Ada sedikit “kisruh”? wajar, bila masih bisa dikomunikasikan. Dalam sebuah keluarga yang sesungguhnya saja masih bisa terjadi kisruh, apalagi dalam “keluarga” komunitas. Namun bagi saya sendiri, alangkah lebih baiknya bila dalam bertutur kata, bertingkah laku, selalu berhati-hati, sopan, dan tidak aneh-aneh. Bukan jaim. Tapi tulus saja. Toh, insyaallah kebaikan yang kita pancarkan akan memantul lagi pada kita. Lagian berusaha tepa slira saja. Bila aku tak mau “dibegitukan” ya jangan “membegitukan”. Kurang lebih seperti itu. Seperti memaku kayu, kalo salah bila dicabut maka akan berbekas. Didempul pun, sudah tak sama lagi alias palsu. Hehehe… jadi memang lebih baik berusaha “memaku secara benar".

6 komentar:

  1. paraghraf terakhirnya itu begitu "sesuatu." Pak Sukri belum pulang, Mbak? Pak Dikki jg belum nih :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe..sesuatu cukup cetar kah?xixixi... iya.td malem pulang stlh maghrib.:D

      Hapus
  2. "Bagi saya, sama saja. Asalkan komunitas tadi mendatangkan rasa nyaman, memiliki kesamaan visi, bisa menjadi tempat berbagi-entah suka atau duka, dan bisa menjadi tempat mencari ilmu dan amal kebaikan." Setuju banget Mama Olla. Saya juga sevisi dengan kalimat ini :D

    BalasHapus
  3. Setuju sama ini mbak: Komunitas yang ideal buat aku yang seperti keluarga. Ada kehangatan, ada komunikasi dua arah, saling menyayangi, saling menjaga, saling mendukung. Ada sedikit “kisruh”? wajar, bila masih bisa dikomunikasikan.

    Btw, baru nyadar liat foto mbak, mirip banget sama sepupu saya lho :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. mbak niar, iya mbak. jadinya nyaman kita. dianggep gitu.hehehe... btw.. jangan2 kita sodaraan.hehehe

      Hapus