Henna. Itu lho yang buat bikin "tatoo" temporer. Karena Ola anak pertamaku pengen pakai kuteks udah dari lama, tapi aku nggak bolehin. Karena kuteks biasa gak bisa ditembus air wudhu. Akhirnya aku belikan henna aja. Untuk menghasilkan warna orange lembut, memakainya setelah aplikasi di kuku didiamkan sebentar saja. Kalau kelamaan, warnanya jadi makin gelap.
Nha, sisanya dipakai samamamanya buat iseng bikin tatoo temporer ala pengantin. Ternyata design henna cantik2 lho. Tapi hasil contekanku masih belum begitu rapi. Di bawah ini nih hasil oret-oretan asalku ke kulit. Hehehe...
Rabu, 20 November 2013
Sabtu, 16 November 2013
Mengenang Almarhum Ibu : Vonis Itu tak Terkabul
Tulisan ini pernah disertakan dalam audisi Biru - Sabar Hingga Akhir Waktu. Namun tulisan saya ini masih jauh dari standar yang diharapkan. Kisah Nyata ini terjadi sepuluh tahun silam. Ibu seperti mendapat bonus umur 10 tahun dari Allah. Kesabaran kakakku bersama suaminya semoga dibalas ganjaran surga Allah. aamiin. Dan air mataku mulai menitik lagi. sekarang, doa kami anak cucumu yang menemanimu, bu.
Malam mulai
larut, namun mataku yang memang telah pedas tak mau terpejam juga. Bergantian
aku dengan kakak menjaga ibu yang baru saja siuman dari komanya. Ku biarkan
saja Mbak Etty, kakakku persis, anak ke 6 dari 7 bersaudara dalam keluargaku,
itu terlelap. Dia benar-benar letih. Wajahnya terlihat pucat, namun pada raut
wajah cantiknya yang letih tak lagi tergurat kekhawatiran.
Tidak seperti
dua hari yang lalu saat ibu masih terbaring koma sudah selama sepuluh hari
dirawat di ruang “Unit Rawat Intensif”. Wajahnya yang pucat keletihan terlihat
sangat gusar sehabis berkonsultasi dengan dokter. Aku yang kala itu melihat
raut mukanya, langsung seperti tersetrum kekhawatiran darinya. Aih, apa yang
bakalan aku dengar. Dadaku berdegup sangat kencang. Bahkan desiran darahku seperti
terasakan di permukaan kulit. Dia menghampiri kakak-kakakku yang lain,
berbicara sebentar. Entah apa yang membuat kakak kedua menitikkan air mata.
Sepertinya aku dapat meraba isi percakapan mereka, vonis dokter. Dan merekapun
bersama-sama mendekati aku yang tengah duduk di lantai teras gedung ICU. Rasanya
aku ingin berlari saja saat itu. Kekhawatiran yang terlalu keras mencengkeram
otak membuat aku melihat mereka seperti monster yang akan menerkam dengan kesedihan
yang dalam.
Kakak nomor duaku,
mbak Tuti menggamit bahuku. Di pegangnya kencang badanku dikelilingi saudara
yang lain. Mbak Etty mendekat ke arahku.
“sabar ya Nan, kamu harus tabah dan ikhlas. Baru saja dokter
mengabari Mbak Etty bahwa kita harus siap mental bila saja ibu dipanggil
Allah.” Mbak Etty berkata pelan.
Seketika itu aku
berontak dari pelukan kakak dan dengan marah aku berkata,”nggak mau. Aku nggak
mau ibu meninggal. Aku udah minta ama Allah. Nggak mau.”
Aku pergi dengan
sangat gusar dengan pipi yang telah berlumuran air mata. Kubanting-banting saja
kakiku sepanjang koridor rumah sakit yang sepi itu menuju masjid. Tak peduli
pada gosip menyeramkan tentang lingkungan rumah sakit. Yang ada dalam pikiranku
saat itu, bila saja ada hantu yang hendak mengganggu akan aku gigit dan cerna
saja lumat-lumat. Aku tak sadar, mungkin saja hantu itu kini tengah bersarang dalam
otakku, mengacaukan rasio, membakar emosi, menghilangkan iman. Betapa ibuku
adalah milik Allah, yang bila sewaktu-waktu Allah menghendaki, beliau akan
dipanggil. Sungguh, aku hanya manusia egois yang beberapa tahun lalu baru
kehilangan bapak, dan aku belum rela bila harus digenapkan dengan kehilangan
ibu. Aku merasa belum siap menghadapi dunia ini sendirian.
Memang aku tahu,
ibu sebagai penderita diabetes mellitus, sangat rentan terhadap stroke. Dan itu
terbukti saat subuh hari sehabis sholat ibu ditemukan pingsan di dapur oleh
kakak laki-lakiku. Segera saja ibu dilarikan ke rumah sakit dan masuk ICU.
Kemarin-kemarin, secara bergantian kami menunggui ibu, dan mengajak ngobrol ibu
yang tengah koma.
Tapi saat
giliran aku yang harus mengajaknya ngobrol dan memegang tangannya, yang ada
mulutku terasa kering. Air mata menggenang dipelupuk. Ingin menangis, tapi tak
boleh. Takut bila ibu mendengar kesedihanku. Apalagi saat kupandangi ibu yang
terdiam, pada lehernya terkalung selang bantu pernapasan yang ujungnya tertuju
pada lubang hidung, dan tangannya dihiasi gelang pasien pada satu sisi, sedang
sisi yang lain tertusuk jarum infus. Dari balik baju seragam pasien rumah sakit
yang dikenakan Ibu, berjuluran beberapa kabel pemantau detak jantung dan
tekanan darah. Beliau terlihat sangat pucat dan lemah. Uban telah menjalar
diantara rambut hitamnya yang berombak-ombak. Bibirnya pasi berwarna merah
jambu cenderung putih karena sebagian tertutupi kulit bibir yang mengering dan
agak terkelupas. Kerut-merut menghiasi wajahnya yang masih menyisakan
kecantikan yang dia wariskan pada mbak Etty. Tak heran laki-laki tampan yang
tak lain adalah almarhum Bapakku, jatuh cinta padamu Ibu yang cantik. Mengingat
Bapak, aku jadi makin sedih. Aku bening-beningkan suaraku yang agak parau
terkikis rasa sedih. Aku cium tangan beliau dengan penuh kasih sayang. Tangan
yang telah membesarkanku. Menimang dengan penuh kasih. Dan bila waktu yang
ditentukan untuk menunggui ibu telah habis, aku segera keluar, pergi ke masjid
tuk membasuh muka yang panas dengan lelehan airmata, dan berwudhu. Kemudian aku
akan terpekur dalam dzikir dan doa yang panjang tuk ibu dan bapakku.
Dan memang,
selalu saja aku berlari ke masjid saat hatiku galau. Seperti beberapa hari
setelah aku menunggui ibu. Hanya saja sehabis mendengar berita dari kakaku itu
badanku ternyata agak demam. Sehabis tahajud dan berdoa, masih dalam balutan
mukena aku meringkuk, menangis. Tanganku memegang perutku yang perih, seperih
hatiku yang rasanya macam dicincang, seakan aku tak mau hati yang remuk ini,
pecah berantakan dan mengotori masjid. Aku berusaha menjernihkan pikiran dan
menabahkan diri. Aku bangun, melipat mukena dan segera ke tempat wudhu tuk
membasuh muka lagi. Sejuknya air di masjid malam itu, seperti ikut sedikit
membilas perih itu. Aku kembali ke gedung Unit Rawat Intensif. Yang ku lihat
hanya mbak etty. Aku tanyakan padanya dimana kakak yang lain. Tapi dia
memandangku dengan penuh bahagia.
“kemana saja
kamu? Mbak Dini mencari-carimu.” Tanyanya dengan ekspresi penuh khawatir
sekaligus terdapat ekspresi bahagia.”Nan, ibu
udah siuman. Alhamdulillah Nan.” Aku dipeluknya. Aku balas memeluk mbak etty
dengan erat dan membisikkan hamdalah pada diriku sendiri. Dan kembali mataku
menitikkan air mata. Namun kini adalah air mata bahagia.
Ternyata kakakku
yang lain sedang mengangkut barang-barang seperti teremos, rantang makan,
tikar, dan tas baju ke bangsal perawatan. Sekalian mengurus administrasi
bangsal perawatan. Tak lama, aku melihat ibu didorong diatas brankar rumah
sakit dengan mata terpejam. Dan agaknya mbak Etty dapat membaca kekhawatiranku,
dia berkata,” ibu Cuma tidur. Tadi mbak udah liat ibu. Hanya saja memang belum
berbicara.”. aku lega mendengarnya.
Kemudian
seminggu penuh aku bergantian menjaga ibu dengan mbak Etty. Aku berjaga di
siang hari saat mbak Etty harus masuk kantor, dan dia berjaga malam. Tapi aku
memang tak pernah pulang ke rumah lama-lama. Kadang saat malam aku biarkan
kakakku terlelap, toh siang juga dia bekerja. Kakakku yang lain telah pulang ke
kotanya masing-masing untuk kembali bekerja. Aku sendiri ternyata masih
diijinkan cuti.
Ibu masih
diinfus, makannya masih berupa makanan pengganti serupa susu khusus untuk
penderita diabetes yang diminumkan melalui hidung atau diistilahkan dengan
melalui sonde. Ibuku telah sadar, tapi masih diam saja bila membuka matanya.
Kadang aku memijit badannya, membantunya berguling untuk miring ke kiri tanpa
dia inginkan. Ya, ibu seperti orang lumpuh. Dia sadar, tapi hanya terdiam saja.
Hingga akhirnya sedikit demi sedikit ibu menggerakkan tangannya. Sejauh ini ibu
berkomunikasi hanya dengan bahasa isyarat, belum bisa bercakap. Akhirnya ibu
diijinkan pulang untuk melakukan rawat jalan oleh dokter.
Mbak Etty memang
sangat berbeda dengan aku. Dia adalah
manusia yang tabah, sigap dan penuh ketelatenan. Seperti pada saat dahulu aku
hanya bisa menangis sedih saat bapak sakaratul maut, dia dengan tabah mentalkin
bapak. Saat aku bingung tak tau harus apa karena terlalu galau, dia telah
melangkahkan kaki dan tau harus berbuat apa. Sama juga saat menemui dokter
ketika ibu telah diperbolehkan rawat jalan. Dengan cerdas mbak Etty bertanya
apa saja yang harus dilakukan untuk perawatan pasien rawat jalan. Tak hanya
itu, setelahnya juga dia segera menghubungi beberapa teman sekantor yang
kebetulan kantornya adalah rumah sakit, dimana dia dapat menemukan perawat yang
bisa merawat ibu di rumah. Juga tentang terapis untuk ibu. Segera setelah
mendapatkan nomor kontak mereka, tak menunggu lama mbak Etty segera menelponnya
dan bernegosiasi tentang seberapa besar gaji mereka per bulan atau per
kedatangan. Saat ibu memerlukan lampu terapi infra merah yang berharga ratusan
ribu, tak enggan juga dia merogoh koceknya. Dan yang terpenting, dia juga
membuatkan list telepon penting diantaranya dokter spesialis, nomor emergency
rumah sakit, nomor telpon ambulance, dan juga nomor telpon dirinya serta
suaminya. entahlah, sepertinya pikirannya selalu bening terjaga pas disaat yang
lain didera keruwetan
Ibu dibawa
pulang ke rumah mbak Etty, karena di rumah ibu, dulu beliau tinggal sendirian
hanya dengan pembantu lepasan. Sehabis membereskan rumah, biasanya pembantu
pulang. Kemudian mbak Etty juga menyewa seorang perawat yang bisa merawat ibu
di rumah saat dia bekerja. Selain itu mbak Etty juga bisa tenang, karena
didekat rumahnya ada kakak iparnya yang bisa dimintai bantuan bila terjadi
sesuatu yang tak diinginkan. Tapi meski ada perawat, tetap saja mbak Etty
banyak terlibat dalam merawat ibu. Sungguh aku kagum pada kakakku itu.
Tak hanya itu,
jangkauan pikirannya juga telah ke depan. Dia mengantisipasi saat nanti perawat
berhalangan datang, atau terapis tak dapat dihubungi, selagi masih ada yang
merawat, dia juga belajar bagaimana menggantikan popok, memandikan, dan
menggantikan baju ibu. Mbak Etty juga belajar bagaimana menyambungkan selang
infuse pada botol infus, cara memberi makan via sonde dan sebagainya. Sebagian
lain sesekali dia akan meminta tolong pada pak mantri tetangga kakakku. Begitu
juga masalah terapi, mbak Etty juga belajar memberikan terapi untuk ibu.
Aku meminta ijin
pada mbak Etty untuk kembali ke Jakarta
karena aku harus bekerja, dan tentu saja kakakku mengijinkan.
Suatu hari dia
harus cuti untuk merawat ibu karena perawat tersebut mengundurkan diri. Memang
berat pekerjaannya, karena ibu masih sangat bergantung pada orang lain. Dengan
telaten mbak Etty merawat ibu. Saat ibu buang air kecil atau besar, dengan rapi
dan berhati-hati dia bersihkan ibu. Dan aku juga sangat bersyukur, kakakku
bersuamikan manusia sabar yang juga menyayangi ibuku sebagaimana dia menyayangi
ibunya. Tak segan juga dia membantu mbak Etty saat harus menggendong ibuku.
Mbak Etty dengan telaten pula memberikan terapi saat terapis berhalangan
datang. Penuh sabar kakak memijat dan menyinari otot serta persendian ibu,
sedikit demi sedikit mengajarkan ibu dari berbaring miring, mengangkat tangan,
mengangkat kaki, berguling, duduk, dan belajar berjalan perlahan. Tentu saja
dengan dibantu badannya yang memapah ibuku.
Ketelatenan
kakak berbuah manis, ibu bisa kembali sehat. Saat ibu benar-benar telah sadar,
beliau meminta untuk diajarkan kembali bacaan-bacaan dalam sholat.
Alhamdulillah, ingatan tentang sholat tidak hilang. Tapi rupanya pengetahuan
memasak atau ketrampilan rumah tangga lain sebagian hilang. Bahkan beliau lupa
dengan wajah anaknya yang pertama. Aku sejujurnya merasa kehilangan ibuku.
Beliau seperti bukan ibu. Tapi akhirnya aku istighfar, betapa Allah telah
bermurah hati memberikan umur pada ibu. Alhamdulillah…
Hingga sekarang,
ibu dalam keadaan sehat. Namun ibu tidak boleh sedih. Bila perasaan sedih
mendera, biasanya beliau akan kejang. Mbak Etty sangat menjaga perasaan beliau.
Selalu berwajah manis dan bahagia. Seperti ingin menularkan kebahagiaan yang
semakin hari semakin membuat ibu kembali tampak bugar dan sumringah. Meski
telah berbeda dari saat ibuku belum terkena stroke, aku bersyukur dan bahagia
karena Allah mau mendengarkan doaku.
Aku sebagai anak
seorang penderita diabetes, jadi harus waspada. Berdasarkan informasi yang aku
dapatkan, baik melalui brosur maupun dari berselancar di dunia maya, aku
memiliki resiko sebesar 40% terkena penyakit ini dibanding orang bukan
keturunan diabetes. Tapi bukan tak mungkin untuk menghindari resiko diabetes
tersebut dengan cara menjaga pola hidup sehat seperti makan makanan sehat kaya
serat dan olahraga, juga diet rendah gula atau konsumsi gula yang tidak
berlebih.
Itu adalah
sepenggal kisah disaat Ibuku koma. Hikmah yang dapat kupetik untuk bekal menuju
kedewasaan sangat banyak. Demikianlah manusia, hanya mampu mengira-ngira,
berusaha, dan berdoa. Hanya Allah semata yang Maha Mampu memutuskan apa-apa
yang terbaik bagi umatnya, hanya Allah saja yang Maha Mampu mengabulkan doa
hambanya. Dan sejalan dengan makin bertambahnya umur, aku harus belajar dewasa
menghadapi hidup, berkaca pada kakakku bagaimana menjaga pikiran tetap jernih
saat menemui masalah, bagaimana tetap tegar dan tabah saat menatap musibah. Aku
ingin seperti kakakku, manusia yang dapat diandalkan disaat susah, dan manusia
yang mampu menularkan kebahagiaan. Dan hal itu memang kembali terbukti pada
sigapnya dia beserta suaminya menghadapi bencana letusan besar gunung merapi
setahun yang lalu. Ya Allah, lindungi dan sayangi kakak dan iparku. Aku
menyayangi mereka.
Depok, 14
Desember 2011.
Saat ini, ibu semoga bahagia dalam lindungan Allah. aamiin.....
Jumat, 27 September 2013
Rainbow - Novel Kehidupan Yang Penuh Warna
Judul Buku : Rainbow
Penulis : Eni Martini
Penerbit : Elex Media Komputindo
Terbit : Cetakan I, Juli 2013
Tebal Buku : vi + 201 halaman
ISBN : 978-602-02-1609-6
Membuka Rainbow, novel besutan mbak eni martini - subo nulisku di Be A Writer, seperti membaca cuaca hidup. Awalnya awan yang berbentuk cumulus, kemudian secara bertahap saat kejenuhan kandungan air di dalamnya meningkat, akan berubah menjadi awan cumulunimbus. Setelah tak mampu lagi menahan beban air yang dikandungnya, maka akan turun sebagai butiran es batu- bila suhu lingkungan sangat rendah, ataupun air bila suhunya lebih hangat. Dan terkadang diselingi petir yang menyambar di sela hujan yang merinai, karena benturan antar awan dengan muatan listrik yang berbeda, sebagai pelepasan energi listrik. Dan biasanya setelah rinai itu, di langit yang masih lembap menyimpan butiran air, maka akan terbias cantik selengkung pelangi elok sebagai hadiah kesabaran menjalani badai. coba saja sibak setiap lembaran babnya. judulnya serupa proses menuju pelangi itu: Cumulus, Winter in Home, Rainy Days, Flash, Menanti Pelangi, Pelangi.
![]() |
Keisha dalam pikiran saya adalah Liv Tyler |
Keisha, di sini digambarkan sebagai wanita mungil ramping, yang cantik, berkulit putih, berbibir penuh, dan rambut hitam yang ikal. Wanita dengan karakter lembut dan tidak memiliki sifat nakal. Aku membayangkan dia adalah Liv Tyler (benar-benar bertentangan dengan bapaknya ya. secara wajah bertentangan, secara sikap juga.xixixi..apaan sih). Kei adalah bidadarinya Akna.
![]() | |
Akna adalah Ben Affleck sumber dari : sini |
Akna, adalah sepasang sayap yang akan melindungi sekaligus "menerbangkan" bidadarinya hingga langit ke tujuh. Akna laki-laki tampan yang gagah yang sangat protektif pada bidadarinya. (kira-kira, siapa ya? ah, aku bayangin dia adalah Ben affleck. Ganteng dan gagah).
Mereka berdua dalam bayanganku seperti penggambaran mbak Eni Martini dalam novelnya, adalah pasangan ideal ditinjau dari sisi perwajahan dan postur.
Tapi postur dan sifat gagah Akna luruh diterjang kecelakaan yang merenggut salah satu kakinya. Dia begitu apatis dengan hidup, kehilangan empati, kehilangan sifat kesatrianya, dan hanya dipenuhi oleh buruk sangka-buruk sangka dan pikiran negatif kepada lingkungannya. Terutama kepada istrinya yang sesungguhnya teramat di cintainya. Akna berubah serupa monster yang mengerikan.
Keisha, wanita lembut yang sejatinya perkasa itu bersabar menanti hidupnya kembali sang kesatria dari dalam tubuh Akna. Seperti putri yang bersabar menanti penyelamatan pangeran tampan setelah bertempur melawan monster yang melingkupi tubuh Akna. Tapi akhirnya Keisha menyerah juga setelah kejadian pahit yang menimpanya.
Sungguh cerita dalam novel mbak eni ini membumi. Peristiwa rumah tangga semacam ini memang mungkin saja nyata adanya. Sekalipun beberapa pembaca gemas dengan sifat dan sikap Akna yang berubah, dan dengan berbagai macam komentar saat membacanya, tapi sikap itu memang benar adanya bisa terwujud dalam hidup. Yap, karena pembaca tak mengalaminya langsung kepahitan itu. Terkadang, bila iman tak dikuatkan dalam hidup manusia, cobaan hidup bisa merenggut sisa iman yang ada. Manusia yang tadinya terlihat tegar, gagah dan kesatria, bisa saja berubah menjadi rapuh, luruh sekaligus gahar serupa monster saat menyangkut hal sensitif terkait hidupnya di senggol.
Seperti juga Keisha yang lemah seperti tak berdaya. Yang tak bersikap dan berkata tegas pada suaminya. terkadang, kenyataan hidup memang membuat kelu dan menelan semua nyali yang pernah manusia miliki. Iba, dan rasa sayang juga berbicara di sini.
Dan yang jelas, justru ramuan tulisan mbak Eni yang membuat gemas pembacanya atau melelehkan air mata itulah bentuk keberhasilan mbak eni memainkan emosi pembaca. pembaca larut dalam jalinan kata-kata dalam novel ini.
Bagi saya sendiri, saya menangis saat membaca ini. Terutama saat Keisha atau Akna sedang merindukan atau mengenang masa manis mereka. Saya menangis karena saya juga tengah merindu. Begitupun saat menulis resensi ini. Ah, kok jadi curcol.hehehe...
Dan yang pertama menarik hati saya adalah covernya. Rainbow tampil dengan warna eyecathing yang elegan. Bukan asal mencolok mata dan membuat pedih serta muak dan pengen menyembunyikan buku itu. Rainbow tampil dalam balutan sebuah lukisan cantik, dengan sapuan kuas yang matang, lengkap dengan silhouette sepasang manusia yang berjalan bersisian. Seperti sedang meniti kehidupan dengan rona warna yang beraneka. Tapi ternyata isinya memang serupa dengan covernya. Bercerita tentang pelangi kehidupan ataupun proses menuju terbentuknya pelangi. Bisa dimaknai antara kedua itu. Antara cover dan isi terdapat kesesuaian.
Demikianlah, untuk para pembaca Rainbow yang lain, selamat menikmati keindahan pelanginya. Semoga kita bisa memetik hikmah dari warna-warni yang terpancar di dalamnya. ^_^
![]() |
Olla dan Keen dengan Rainbow tante Eni Martini |
Sabtu, 07 September 2013
Start the New Story: LDR bersama LG G2
![]() | |
sumber gambar:http://www.facebook.com/photo.php?fbid=10150329366219957&set=pb.105129574956.-2207520000.1378980629.&type=3&theater |
Berbulan lalu, ada seorang teman yang curhat saat suaminya akan dipindah-tugaskan ke luar daerah tapi tentu saja dengar reward yang lebih besar. Aku bilang, kenapa dia tak setuju? Dia jawab karena sangat berat untuk mengikuti suami ke tempat kerja baru. Aku sempat bingung juga karena lokasi baru adalah ibu kota yang nota bene menjadi tujuan beberapa orang karena fasilitas perkotaan yang lebih lengkap dibanding remote area. Ternyata alasan utama dia adalah, karena dia sembari menunggui orang tuanya. Ah, memang sungguh benar. sulit sekali untuk berpisah meninggalkan orang tua. apalagi tak ada yang menunggui. Tak tega rasanya. Tapi LDR juga bukan pilihan dia. Begitupun bukan pilihan yang aku sarankan. Sebisa mungkin, satu keluarga lebih baik berkumpul dalam kehangatan. Aku sungguh turut bahagia saat temanku mengabarkan akhirnya suaminya tetap bertugas di kota tempat saat ini mereka tinggal dan merawat orang tua mereka.
Labels:
blog competition,
TECNO
Rabu, 28 Agustus 2013
Keenan itu Anak Perempuan Ya Mbak?
Hehehehe.. sering ketemu pertanyaan serupa. Baik pas ketemu langsung, atau lewat dunia maya. Beberapa teman nggak ngeh dengan nama Keen sebagai anak perempuan. umumnya nama Keen, apalagi Keenan adalah bergender laki-laki. Tapi ternyata bisa juga kok anak perempuan diberi nama Keenan. Aku kasi nama Keenan juga setelah brosing brosang sana-sini bisa dipakai nggak untuk anak perempuan, dan ternyata bisa. Memang sih kurang umum.
Keenan itu bentukan lain dari nama Keana atau Keanna. Yang di artikan sebagai berani, tegas, cerdas. Aku sendiri berharap Keen menjadi orang yang tajam pemikirannya, tajam analisanya, cerdas dan tangkas dalam bertindak, menjadi manusia berhasil dunia dan akheratnya. aamiin.
O, iya. Beberapa temanku salah dalam penyebutan nama Keenan. Dan panggilan yang benar untuk nama anakku dibaca sebagai "KINAN" atau "KINEN", bukan Ke-enan, atau Kenan. Bisa juga dipanggil KIN dari nama Keen. *_^
Keenan itu bentukan lain dari nama Keana atau Keanna. Yang di artikan sebagai berani, tegas, cerdas. Aku sendiri berharap Keen menjadi orang yang tajam pemikirannya, tajam analisanya, cerdas dan tangkas dalam bertindak, menjadi manusia berhasil dunia dan akheratnya. aamiin.
O, iya. Beberapa temanku salah dalam penyebutan nama Keenan. Dan panggilan yang benar untuk nama anakku dibaca sebagai "KINAN" atau "KINEN", bukan Ke-enan, atau Kenan. Bisa juga dipanggil KIN dari nama Keen. *_^
Labels:
cathar
Langganan:
Postingan (Atom)