Senin, 08 Mei 2017

A Monster Call - Kisah Tentang Sebuah Kerelaan




Film bergenre fiksi fantasi ini mengambil posisi Dark Fantasy Drama. Iya, film drama yang didramatisir dengan kisah fantasi ini benar-benar menggugah hati pemirsanya. awalnya saya pikir bakal disuguhi film petualangan anak kecil bersama monster raksasa berbentuk pohon besar, seperti Groot di film Guardian of the Galaxy. ternyata bukan. 

Film adaptasi dari sebuah novel berjudul sama ini disutradarai oleh J.A Bayona, dibintangi oleh Liam Neeson, Sigourney Weaver, Felicity Jones, Toby Kebbell, dan Lewis MacDougall. Film ini release September 2016.


Film ini sebenarnya jalinan kisah menyedihkan dari seorang anak laki-laki berusia kisaran 9-10 tahun, yang memiliki single mother yang sakit parah stadium III. dramatisasi tak secara langsung disuguhkan pada kondisi ibunya yang sakit parah, atau tangisan penderitaan sang ibu. Namun dramatisasi disajikan dalam kisah si monster yang dihidupkan oleh si anak laki-laki.

Si monster memaksa anak laki-laki tersebut untuk mendengarkan kisah-kisah lampau-yang menurut anak laki-laki itu, adalah sebuah dongeng. kisah lampau pertama, tentang sebuah perspektif sebuah kejadian. Betapa kehidupan itu terkadang tak tercermin dari apa yang manusia lihat dan manusia dengar. Atau terkadang apa yang ingin manusia lihat serta apa yang ingin manusia dengar itulah yang menutupi kebenaran sejati itu sendiri. Seperti kita bila rela dibutakan oleh pandangan karena besarnya kecintaan kita pada sesuatu. Harusnya, pandangan kita jernih dalam memahami sebuah kebenaran. Namun, bila cinta buta menghalangi kemurnian hati, maka yang tersaji hanyalah sebuah ilusi. Ilusi yang kita ciptakan hingga mengaburkan kebenaran, dan biasanya menghalangi keadilan sejati.
Kisah kedua tentang kepercayaan atas apa yang manusia pegang. Sebuah keimanan, seringkali mendapatkan godaan, keimanan manusia atas apa yang dia imani, juga membuat suatu pelanggaran atas hak manusia lain untuk mendapatkan keadilan, bila tanpa menelaah dengan jernih sebuah peristiwa. Dan dilain pihak, godaan atas kuatnya iman, membuat manusia menggadaikan keimanannya hanya sekedar janji yang entah bisa dipenuhi tidak oleh dunia. Bukan janji Tuhan Maha Suci, yang memiliki pemenuhan atas sebuah janji.
Lalu kisah ketiga tentang hakekat manusia itu sendiri. Mereka ada, tetap ada meski tiada manusia menganggap mereka ada. Karena mungkin beberapa manusia lain tak menganggap keberadaan mereka. Seperti realita masa kini. Orang-orang yang marginal karena keadaan, mereka sering dianggap “tiada” karena kemarginalan mereka. Harta dan kekayaan serta kukuatan yang timbul dari manusia-manusia yang menguasainya seringkali membutakan hati atas hak-hak manusia lain yang tak berpunya.

Kisah ke empat, adalah tentang keberanian mengakui akan sebuah keinginan. Mengakui pada diri sendiri. Kisah ini juga tentang sebuah kerelaan dalam melepaskan. Karena sejatinya manusia adalah mahluk fana yang tak memiliki apapun juga. Bila Tuhan telah berkehendak mencabut kenikmatan yang tengah dimiliki oleh manusia, maka manusia haruslah rela melepaskannya. Apa-apa yang telah Tuhan gariskan, adalah yang terbaik bagi manusia itu sendiri.
Kisah-kisah tadi sebenarnya adalah kisah dari si anak laki-laki. Direfleksikan dalam dongeng-dongeng, yang kemudian dirangkum oleh si monster, mengajak si anak laki-laki untuk belajar dengan apa yang tengah dia hadapi. Ditutup dengan pelajaran akan kerelaan untuk melepaskan ibunya, bila ibunya dipanggil Tuhan.
Tak banyak air mata yang berderai-derai dalam film ini. Tapi saya sesenggukan, selain karena filmnya sendiri sangat menyentuh hati, kisah ini juga mengingatkan saya pada almarhumah sahabat saya yang dulu mengidap kanker. Betapa almarhumah bertahan hidup, menghadapi kesakitannya dengan penuh ikhlas, dan penuh semangat serta harapan kesembuhan. Almarhumah tak pernah terlihat seperti seorang yang sedang sakit. Aktif, kreatif dan selalu ceria. Sehingga orang-orang yang tak kenal begitu dekat tak pernah tau apa yang almarhumah rasakan dan derita.

O, iya. Film ini untuk anak usia minimal 13 tahun, dan harus dalam pendampingan orang tua. Menurut saya sih bagus untuk di tonton praremaja hingga orang dewasa. Pelajaran yang kaya ada dalam film ini. Pantas saja film ini dinominasikan dan mendapatkan banyak penghargaan dalam banyak ajang penghargaan. Apa yang saya tulis disini, insyaallah tak terlalu spoiler. Jadi, nikmati saja setiap adegan yang ada. Selamat menyaksikan.

7 komentar:

  1. Sedih sepertinya ya, Mbak :'(

    BalasHapus
    Balasan
    1. sedih mbak yanti. tapi enlight dan enrich hati kita dan pikiran kita. dalem deh. makasih mbak yanti, mau melirik

      Hapus
  2. Aku pernah nonton dan gak kuat klo masalahnya sedih sedih gini hikss

    BalasHapus
  3. Aku pernah nonton dan gak kuat klo masalahnya sedih sedih gini hikss

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak mira, ini meres air mata banget. makasih mbak mir kunjungannya.

      Hapus
  4. aku speechless, kuat ga ya nontonnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. kudu nyiapin hati mak kalo mau nonton ini. sedihh..

      Hapus